Cerbung-1


KENANGAN
Di suatu malam yang sunyi sepi tepat pukul 20.00 WIB, aku duduk di sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat sebuah tv box yang disambungkan ke sebuah layar monitor. Ruangan tersebut adalah ruangan tempat aku menonton tv bersama keluarga. Di setiap malam kita berkumpul bersama di ruangan tersebut untuk menonton channel favorit kita. Terkadang ruangan tersebut pun kami gunakan sebagai tempat untuk makan bersama. Ruangan kecil dan penuh cerita di dalamya selalu membuatku merindukannya. Apalagi kalau sudah masuk ke dalam masalah pertengkaran adik-adik kecilku yang saling memperebutkan remote untuk memindahkan chanel yang mereka inginkan. Ya, aku hanya terdiam memperhatikan tingkah mereka yang sangat lucu tapi terkadang mengesalkan dengan keadaan seperti itu karena sangat mengganggu fokusku ketika menonton.
Mungkin kalau dilihat sekilas, ruangan tersebut terlihat sangat kumuh. Namun ruangan tersebut adalah ruangan yang paling banyak menyaksikan realita kehidupan yang terjadi di keluargaku.
SEMANGKUK MIE SEDAP KARI
Seperti malam sebelumnya, di sebuah ruangan keluarga tidak ada yang berubah satu pun, hanya kebisingan suara tv yang mewarnai keindahan ruangan tersebut.
“Ayo siapa yang mau mie sedap kari!!”: Teriak umi dari dapur.
“Teteh mi, Emsa mi, ala mi”: Teriak ketiga saudara tersebut serentak.
“Yaudah teteh aja sana yang masak! Kan teteh masakannya enak!”: Goda Emsa dengan memberikan sebungkus mie sedap kari ke hadapan kakaknya yang sedang serius menyaksikan film di tv.
Sontak Fika pun kaget mendengar pernyataan yang dilontarkan adiknya tersebut. Dia terdiam beberapa saat, kemudian mulai angkat bicara.
“Kamu aja yang masak!”: Teriak Fika dari kejauhan sambil memberikan mie sedap ke hadapannya.
Emsa dan Fika pun berdebat mempermasalahkan siapa yang akan memasak mie untuk bisa dimakan bersama. Akhirnya Fika yang memasak dikarenakan ia merupakan kakak yang paling tua diantara mereka, maka ia pun mulai berdiri dari duduknya dan mulai melangkah ke dapur untuk memasak mie.
Di atas meja yang terbuat dari tanah dan semen terdapat kompor yang diatasnya sudah dilengkapi dengan panci kecil yang terlihat begitu kuat berbeda dengan panci-panci lainnya yang hanya terbuat dari alumunium. Konon, menurut Umi, panci tersebut adalah hadiah pernikahannya dan bisa diperkirakan umurnya sudah sangat tua, mungkin seumur dengan umur anak pertamanya. Fika pun mulai membuka satu per satu mie sedap kari, dengan telaten Fika pun memasukkan semua bumbu ke dalam sebuah mangkuk berukuran sedang yang terbuat dari alumunium. Mie pun perlahan masuk ke dalam panci yang sudah berisi air mendidih, hanya menunggu 10 menit mie pun sudah matang dan siap dimasukkan ke dalam mangkuk alumunium itu. Aroma mie sedap kari yang khas memberikan rasa nikmat yang tidak bisa tertahankan, ditambah kari mienya yang begitu kental yang membuat mie tersebut semakin menggiurkan untuk dicicipi.
”Asyik teteh udah beres bikin mie nya, baunya enak banget”: Emsa pun berlari dari kamarnya menuju ruangan keluarga. Disana sudah ada Ala dengan santainya menunggu kakaknya yang asyik memainkan sendok kesana kemari.
Fika pun berjalan perlahan dengan tangan memegang mangkuk yang berisi mie sedap kari panas menghampiri adik-adiknya yang sudah terlihat tidak sabar untuk segera menyantap mie tersebut.
Suasana malam pun semakin terasa begitu sunyi sepi karena adik kecil yang meramaikan rumah tersebut sudah terlelap. Tinggal 3 orang anak remaja dan dua orang yang sudah cukup umur meramaikan malam tersebut. Hanya canda tawa ketiga anak tersebut yang membuat suasana malam tersebut tidak begitu sunyi. Terlihat sangat sederhana dengan semangkuk mie sedap kari, tapi kesederhanaan itu memberikan suatu arti yang sangat bermakna, karenanya ketiga anak yang saling berjauhan tersebut bisa berkumpul dalam satu wadah dan menikmati indahnya kebersamaan dengan semangkuk mie.
Senyuman dan tawa yang keluar begitu natural tanpa rekayasa dan pura-pura. Semuanya terlihat begitu alami dan bahagia. Keceriaan mereka membuat suasana rumah yang begitu dingin berubah menjadi hangat. Rumah yang tak pernah Fika rindukan untuk pulang kini membuatnya merasakan hal yang berbeda. Semakin ia mengingat kengangan tersebut semakin dalam rasa rindunya kepada rumah yang menyimpan berjuta cerita di dalamnya.


Bersambung....





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perempuan; Sebuah Permulaan

[1] Gelap?

[2] Bahagia?