Postingan

Perempuan; Sebuah Permulaan

Perempuan, makhluk Tuhan yang sebagian besar hidupnya seperti kambing hitam. Semenjak lahir ke dunia, perempuan sudah dituntut untuk memaklumi keberadaannya sebagai perempuan. Segala hal yang melekat dalam dirinya, dapat dengan bebas dikomentari oleh orang selainnya. Warna kulitnya, karakternya, apa yang dikenakannya dan hal lainnya selalu menjadi sasaran empuk orang lain. Perempuan harus hidup dengan tuntutan masyarakatnya, karena kalau tidak; ia akan dianggap berbeda. Perempuan kecil dalam sebuah keluarga dituntut oleh orang tua harus bisa mengerjakan pekerjaan domestik; menyapu, mengepel dan lain sebagainya. Budaya patriarki yang tidak pernah hilang membuat perempuan hampir kehilangan masa kecilnya ketika tumbuh menjadi anak pertama dalam sebuah keluarga. Ia memiliki tanggung jawab yang sama seperti ibu, atau bisa jadi menggantikan tanggung jawab sang ibu. Terkadang, perempuan iri dan muak dengan hidupnya, sebab hidup laki-laki selalu serba mudah dan tanpa tuntutan yang parah. Tetap

[2] Bahagia?

Gambar
"Bahagia itu tanggung jawab siapa?" tanyaku kepadamu. " Menurutmu?" "Ih ko balik nanya sih? aku kan mau tahu pendapatmu"  "Bahagia itu tanggung jawab kamu," "Hah? ko aku?" "Ya jelas kamu" "Kenapa bisa aku?" "Terus kalau bukan kamu siapa?" Aku sedang mencerna semua yang dikatakanmu. "Karena kamu yang bertanya, tentu kamu-lah jawabannya" Aku semakin tidak mengerti dengan ucapanmu. Kamu suka sekali membuat orang lain berpikir keras. Kebiasaan. "Manusia sering kali merasa bahwa bahagia bukan tanggung jawab pribadi. Mereka suka sekali menggantungkan bahagia kepada orang selain dirinya. Entah kenapa harus seperti itu?" "Manusia merasa bahwa orang selain dirinya dapat membuatnya lebih bahagia" "Omong kosong, tidak ada orang yang bahagia karena orang lain jika dia belum bisa membahagiakan dirinya sendiri" "Buktinya banyak yang senang dan tertawa" "Senang dan t

[1] Gelap?

Gambar
Terang, tak lagi benar-benar mewakili hilangnya kegelapan. Dalam ruang yang syak dari cahaya, terang justru hadir dalam situasi kedap semacam itu. Tegasnya, suatu gemerlap justru hadir kala langit berselimut gelapnya udara malam.  Dalam renungan itulah, Bintang termenung. Ditemani hujan yang mendebur atap-atap langit yang tampak agak rembes dimakan kuyup.  Dirinya, tengah mencari arti dari gelap yang sedang melingkupi hidup pahitnya, memaksa dirinya betah dengan teror dari sesat langkah di masa mendatang. Menjauhkannya dari dunia, ke luar dunia yang tak ber-ruang fisik adanya.  Dalam pikir panjangnya, dia bersahut "Andai gelap adalah kebenaran, maka aku akan menjadi pembela yang paling utama. Jikalau gelap adalah ajaran dari Tuhan, maka aku akan bersedia menjadi hambanya" .  Namun, apakah itu mungkin? Kala primodialitas manusia justru berbicara menyoal gelap sejak dahulu. Gelap kerap menjadi lawan determinan dari cahaya yang tak lain telah mewarisi simbol dari kebenaran dan k

[1] Pahala Sedekah

Gambar
Sumber: mentrasukabumi.pikiran-rakyat.com Ada seorang petani mendatangi tetangganya yang kaya dan memiliki kegemaran berburu. Ia mengadu kepadanya tentang gandum yang di ladangnya rusak dikarenakan banyak anjing miliknya masuk ke ladang petani tersebut. Tetangga berkata: “Benar wahai sahabatku, banyak anjingku yang melewati ladangmu dan barangkali hal tersebut menjadi penyebab kerusakan yang terjadi. Saya siap mengganti kerugianmu.” Kemudian petani menjawab: “Ketika aku melihat apa yang menimpa tanahku dikarenakan kerusakan tersebut. Aku memanggil temanku untuk memperkirakan jumlah kerugiannya. Dan kami berpendapat bahwa kerugiannya mencapai 30 Pounds.” Maka datang kepadanya seseorang meminta kerugian tersebut. Ketika waktu panen tiba, petani menemukan bahwa bagian yang rusak tersebut menghasilkan panen yang bagus. Ia pun pergi menemui seseorang (rahasia) dan memberitahukan kejadian tersebut. Ia berkata: “Sesungguhnya ini berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan dikaren

[5] Kehilangan

Gambar
  "Din, besok jadi kan?" tanya perempuan berkaca mata tebal, siapa lagi kalau bukan Rina, bocah petualang yang kerjaannya keliling gunung sekaligus berstatus sebagai sahabat dekatku.  "Besok ada apaan?" tanyaku sembari membalikkan halaman buku yang sedang kubaca. Bukan anak kutu buku atau semacamnya, aku hanya suka membaca saja tanpa alasan yang bisa kujelaskan kepada orang lain. "Jangan bilang lo lupa sama hari besok," ucapannya sedikit membuatku gugup. Besok ada apaan ya? Mana sempat isi kepala gue yang banyak dan rumit ini mengingat acara besok, hari sekarang aja gue mana tau hari apa. Mampus gue ga inget sama sekali, aku berbicara sendiri di dalam hati sembari memperhatikan tingkah Rina yang sebentar lagi akan marah karena kebiasaanku, lupa. "Satu..dua... Tiga. Gue cabut dulu Riiiin, gue lagi males denger lo ngomel panjang lebar," aku berlari meninggalkan Rina yang tampak sudah siap di posisinya, memarahiku seharian penuh. Setelah jauh, aku b

[4] Kagum

Gambar
  Namanya Bagas Pratama. Nama yang pertama kali berhasil mendebarkan hatiku setiap kali ada yang menyebutnya. Nama milik seseorang yang memiliki senyuman terhangat sekampus. Aku mengaguminya sejak pertama kali ia muncul di hadapanku sekitar dua tahun yang lalu sebagai ketua ospek. Suaranya lembut, perilakunya hangat dan tampangnya jangan ditanya lagi, menurutku dia malaikat yang turun dari langit dan hidup di bumi, hehehe. Kami tidak dekat, kami hanya sebatas junior dan senior, tidak lebih. Tapi jika harus jujur, aku sangat ingin dekat dengannya lebih dari sebatas kata junior-senior. Aku hanya bisa berharap beberapa hal tentangnya. Semoga semesta dan waktu memihak kepadaku, setidaknya membuat pertemuan singkat antara aku dengannya atau memberiku kesempatan ada di hidupnya.  ~~ "Ra, kamu jadi ikut daftar senat?" tanya Ira menghampiriku yang sedang asyik melihat-lihat instagram senat kampus yang di dalamnya ada beberapa foto milik seseorang yang sangat kukagumi. "Jadilah,&

Kapan?

Gambar
"Kapan?" adalah pertanyaan tersensitif untuk usia berkepala dua. Ga percaya? Buktiin aja sendiri.  Dulu sewaktu kecil, masih imut, masih suka ngala tutut di sawah, masih sering tebar pesona sana sini, masih sering nurut, aku sering banget denger pertanyaan yang simpel tapi orang yang ditanya gabisa jawab pake kata-kata, biasanya mereka jawab dengan senyuman pasinya. Aku ga paham sih kenapa kayak gitu dan kenapa orang suka sekali bertanya seperti itu. Karena saat itu aku hanya sebagai penonton. Ya, ibaratkn nonton tv lah, liat adegan percakapan tapi otak mikir keras mempertanyakan. Kadang aku mikir, masa iya sih pertanyaan yang diawali kata "kapan" itu emang bener-bener sensitif, ah itu mah cuma baper aja kali. Eh taraaaa, sekarang aku tau gimana rasanya.  Dan yang lebih aneh lagi, pertanyaan kayak gitu tuh sering banget muncul pas di momen-momen kumpul-kumpul kayak lebaran, syukuran atau nikahan. Kayak ga ada topik pembicaraan lain aja, iya ga sih? Maen ke rumah si