Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

[5] Kehilangan

Gambar
  "Din, besok jadi kan?" tanya perempuan berkaca mata tebal, siapa lagi kalau bukan Rina, bocah petualang yang kerjaannya keliling gunung sekaligus berstatus sebagai sahabat dekatku.  "Besok ada apaan?" tanyaku sembari membalikkan halaman buku yang sedang kubaca. Bukan anak kutu buku atau semacamnya, aku hanya suka membaca saja tanpa alasan yang bisa kujelaskan kepada orang lain. "Jangan bilang lo lupa sama hari besok," ucapannya sedikit membuatku gugup. Besok ada apaan ya? Mana sempat isi kepala gue yang banyak dan rumit ini mengingat acara besok, hari sekarang aja gue mana tau hari apa. Mampus gue ga inget sama sekali, aku berbicara sendiri di dalam hati sembari memperhatikan tingkah Rina yang sebentar lagi akan marah karena kebiasaanku, lupa. "Satu..dua... Tiga. Gue cabut dulu Riiiin, gue lagi males denger lo ngomel panjang lebar," aku berlari meninggalkan Rina yang tampak sudah siap di posisinya, memarahiku seharian penuh. Setelah jauh, aku b

[4] Kagum

Gambar
  Namanya Bagas Pratama. Nama yang pertama kali berhasil mendebarkan hatiku setiap kali ada yang menyebutnya. Nama milik seseorang yang memiliki senyuman terhangat sekampus. Aku mengaguminya sejak pertama kali ia muncul di hadapanku sekitar dua tahun yang lalu sebagai ketua ospek. Suaranya lembut, perilakunya hangat dan tampangnya jangan ditanya lagi, menurutku dia malaikat yang turun dari langit dan hidup di bumi, hehehe. Kami tidak dekat, kami hanya sebatas junior dan senior, tidak lebih. Tapi jika harus jujur, aku sangat ingin dekat dengannya lebih dari sebatas kata junior-senior. Aku hanya bisa berharap beberapa hal tentangnya. Semoga semesta dan waktu memihak kepadaku, setidaknya membuat pertemuan singkat antara aku dengannya atau memberiku kesempatan ada di hidupnya.  ~~ "Ra, kamu jadi ikut daftar senat?" tanya Ira menghampiriku yang sedang asyik melihat-lihat instagram senat kampus yang di dalamnya ada beberapa foto milik seseorang yang sangat kukagumi. "Jadilah,&

Kapan?

Gambar
"Kapan?" adalah pertanyaan tersensitif untuk usia berkepala dua. Ga percaya? Buktiin aja sendiri.  Dulu sewaktu kecil, masih imut, masih suka ngala tutut di sawah, masih sering tebar pesona sana sini, masih sering nurut, aku sering banget denger pertanyaan yang simpel tapi orang yang ditanya gabisa jawab pake kata-kata, biasanya mereka jawab dengan senyuman pasinya. Aku ga paham sih kenapa kayak gitu dan kenapa orang suka sekali bertanya seperti itu. Karena saat itu aku hanya sebagai penonton. Ya, ibaratkn nonton tv lah, liat adegan percakapan tapi otak mikir keras mempertanyakan. Kadang aku mikir, masa iya sih pertanyaan yang diawali kata "kapan" itu emang bener-bener sensitif, ah itu mah cuma baper aja kali. Eh taraaaa, sekarang aku tau gimana rasanya.  Dan yang lebih aneh lagi, pertanyaan kayak gitu tuh sering banget muncul pas di momen-momen kumpul-kumpul kayak lebaran, syukuran atau nikahan. Kayak ga ada topik pembicaraan lain aja, iya ga sih? Maen ke rumah si

Keluarga?

Gambar
  Kata mereka, keluarga adalah sosok yang paling mengerti diri kita. Nyatanya tak selamanya mereka memahami apa yang kita inginkan. Meskipun begitu, mengagumkannya keluarga, berbeda isi kepala namun tetap ingin bersama dalam satu ruang yang sama, "Rumah". Mereka adalah gambaranku dengan karakter yang berbeda-beda, terkadang menyenangkan, terkadang menyebalkan. Namun ketika bersama mereka, jiwa yang hampa dan kosong ini seakan terisi ruang. Mereka baik sebagai seorang saudara, mereka menyebalkan sebagai seorang saudara, mereka mengagumkan sebagai saudara, mereka adalah orang-orang yang tak pernah ingin kutukar meski dengan segunung emas. Kami berbeda karakter. Kami tak sama. Hobi kamu pun beda bahkan jurusan dan sekolah yang kami tempati pun tak pernah sama. Kami belajar berbagi, memahami dan menikmati sebuah perbedaan sebagai suatu aktivitas yang dilakukan sehari-hari. Marah-marah karena persoalan sesuatu sudah biasa, main omong-omongan karena saling kesal sudah jadi sarapan.

[CeritaHariIni (1)] Ikhlaaaaas yaaa...

Gambar
Ikhlas, katanya kata yang paling sulit dilakukan oleh manusia. Memang benar sih, kadang kalau mau ikhlas itu harus dipaksa dulu sampe ngelus dada berkali-kali dan ngomong dlm hati "gpp, ikhlas-ikhlas-ikhlas". Tapi masa mau selamanya kayak gitu sih? Tiap apa-apa harus maksa hati buat ikhlas padahal aslinya boro-boro. Ah, katanya kalau sesuatu yang dilakukan berkali-kali biasanya kesananya jadi kebiasaan dan biasa. Tapi kalo perkara ikhlas, beda cerita. Ikhlas itu bukan perkara kebiasaan tapi keinginan. Kalo kita ngelakuin ikhlas berkali-kali tapi gaada keinginan buat beneran ikhlas, itu percuma aja sih. Ya mungkin Allah catat amal baiknya karena usahanya, tapi kedepannya apakah hati kita akan baik-baik saja jika terus menerus berpura-pura? Eit kok jadi tambah ribet ya, perkara ikhlas aja sampe berurusan sama hati segala. Ikhlas bisa kita latih kok gais. Ngelatihnya ga gampang sih. Mesti nyesek dulu yang nyeseknya sampe banget banget gtu. Apalagi kalo kita punya karakter yang s

Menyempurna menuju-Nya

Gambar
Kematian sangat dekat bahkan kita sebagai manusia tak pernah sedikit pun tahu kapan ajal itu akan menjemput. Sebagai manusia hanya bisa menabung amal untuk bekal di kehidupan selanjutnya, kehidupan yang lebih kekal. aku masih ingat bagaimana parasnya, sikapnya, kebaikannya. Ia adalah sosok sederhana yang bekum bisa aku contoh. Hal yang paling aku ingat, ia selalu mengobrol dengan cucunya, bercerita tentang semua kisah yang menurutku saat itu sangat menarik. Tapi sayang saat itu aku masih muda, ingatanku tidak kuat, ingatanku tidak bisa mengingat secara jelas kisah apa yang diceritakannya sehingga berhasil membuat kami, para cucunya, sangat menantikan momen-momen tersebut. aku tidak benar-benar tahu bagaimana keadaannya sekarang. Yang aku tahu ia pasti sudah tenang dan bahagia di sana. aku tidak meminta-Nya untuk mengembalikannya kepada kami, karena ia milik-Nya dan sudah waktunya kembali kepada-Nya. Saat ini aku hanya berharap semoga petuah-petuahnya dulu selalu mengingatkanku bahwa ki

"aku tidak benar-benar tahu bagaimana rasanya? Tapi aku pernah merasakannya"

Gambar
aku tidak tahu bagaimana rasanya? aku hanya sebatas melihat, mendengar dan memperhatikan. aku tidak benar-benar tahu bagaimana rasanya? Apakah sangat sakit? Benar-benar sesak? Bahkan hampir bingung apa yang harus dilakukan untuk meredamnya? aku hanya sebatas melihat. Namun jika berbicara kehilangan, aku pernah merasakannya, bukan hanya aku, mungkin kamu atau mereka pun pernah. Tapi aku tidak tahu apakah kadar rasanya sama? Antara aku, kamu dan mereka? aku tidak pernah tahu itu.  Yang aku ingat rasa kehilangan memang tak pernah bisa menuntut kita baik-baik saja. Terlebih lagi kehilangan seseorang yang memang benar-benar dekat dengan kita, selalu ada untuk kita, menjadi sandaran untuk setiap masalah kita, sosok terbaik dalam perhatian dan segala hal baik yang tak pernah kita balas.  Kehilangan kali ini bukan terpisah jarak antara satu kota, satu daerah, satu provinsi, satu negara. Tapi kehilangan yang terpisah ruang antara dunia sekarang dan dunia setelahnya. Kehilangan ini bukan kehilan

Mengapa "aku" Berbeda?

Gambar
  Hari ini, Si aku sedang bercermin menatap parasnya, tubuhnya dan dirinya. aku berbicara kepada cermin, yang menurut sebagian manusia adalah benda mati. Tetapi menurut sebagian manusia yang lain, ada Aku mewujud dalam cermin tersebut. Terkadang aku tersenyum, tetapi beberapa saat kemudian aku menangis. aku tersenyum ketika melihat Aku mewujud dalam diriku sangat sempurna. aku menangis ketika aku tak bisa melihat Aku meski dengan ibadah puluhan tahun lamanya. Dan sepertinya contoh kedua adalah contoh aku yang paling dekat dengan manusia sepertiku. aku lahir dengan sebuah nama, kata yang dipercaya menjadi doa terbaik bagi pemiliknya. Lalu bagaimana jika namanya sudah bagus tetapi hati pemiliknya tak pernah bagus. aku lahir dari keluarga yang baik, lalu bagaimana jika aku tak menjadi orang baik? aku ini masih sering membual dan mempertanyakan takdir Tuhan. "Kenapa seperti ini, kenapa begini, kenapa begitu hingga pada pertanyaan yang krusial kenapa "aku" berbeda?" aku