[1] Gelap?




Terang, tak lagi benar-benar mewakili hilangnya kegelapan. Dalam ruang yang syak dari cahaya, terang justru hadir dalam situasi kedap semacam itu. Tegasnya, suatu gemerlap justru hadir kala langit berselimut gelapnya udara malam. 

Dalam renungan itulah, Bintang termenung. Ditemani hujan yang mendebur atap-atap langit yang tampak agak rembes dimakan kuyup. 

Dirinya, tengah mencari arti dari gelap yang sedang melingkupi hidup pahitnya, memaksa dirinya betah dengan teror dari sesat langkah di masa mendatang. Menjauhkannya dari dunia, ke luar dunia yang tak ber-ruang fisik adanya. 

Dalam pikir panjangnya, dia bersahut "Andai gelap adalah kebenaran, maka aku akan menjadi pembela yang paling utama. Jikalau gelap adalah ajaran dari Tuhan, maka aku akan bersedia menjadi hambanya"

Namun, apakah itu mungkin? Kala primodialitas manusia justru berbicara menyoal gelap sejak dahulu. Gelap kerap menjadi lawan determinan dari cahaya yang tak lain telah mewarisi simbol dari kebenaran dan kebaikan. 

Lantas apakah itu berarti aku dan kegelapan yang kini menyertaiku adalah musuh dari kebenaran yang tengah aku cari-cari? Pantaskah hal yang kerap menemani renunganku kini tiada lagi menyapih, karena bukan penyapih yang pantas untuk dikasih, sebab dia adalah lawan dari yang baik?


Karya: 🦖


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perempuan; Sebuah Permulaan

[2] Bahagia?