[5] Kehilangan

 


"Din, besok jadi kan?" tanya perempuan berkaca mata tebal, siapa lagi kalau bukan Rina, bocah petualang yang kerjaannya keliling gunung sekaligus berstatus sebagai sahabat dekatku. 

"Besok ada apaan?" tanyaku sembari membalikkan halaman buku yang sedang kubaca. Bukan anak kutu buku atau semacamnya, aku hanya suka membaca saja tanpa alasan yang bisa kujelaskan kepada orang lain.

"Jangan bilang lo lupa sama hari besok," ucapannya sedikit membuatku gugup.

Besok ada apaan ya? Mana sempat isi kepala gue yang banyak dan rumit ini mengingat acara besok, hari sekarang aja gue mana tau hari apa. Mampus gue ga inget sama sekali, aku berbicara sendiri di dalam hati sembari memperhatikan tingkah Rina yang sebentar lagi akan marah karena kebiasaanku, lupa.

"Satu..dua... Tiga. Gue cabut dulu Riiiin, gue lagi males denger lo ngomel panjang lebar," aku berlari meninggalkan Rina yang tampak sudah siap di posisinya, memarahiku seharian penuh.

Setelah jauh, aku berjalan sambil mengatur nafas, aku mengeluarkan handphone dan melihat kalender untuk melihat ada acara apa di hari esok.

Peringatan Kepergian Yoga❤️ @ puncak Gunung Semeru

"Yogaa.." aku terdiam, mengingat kembali peristiwa satu tahun yang lalu.

.

.

"Diin, gue mau ngomong sesuatu sama lo," kata lelaki yang sedang mengikat rambutnya yang sudah cukup panjang, sebahunya. Dia berjalan ke arahku yang sedang mengatur nafas duduk di pos kedua sebelum puncak gunung Semeru. 

"Ada apa Ga?" tanyaku heran, tidak seperti biasanya ia ingin berbicara sesuatu di situasi yang seperti ini. 

"Diiiin, Gaaaa kita duluan yaaa!" kata teman-temanku yang baru saja lewat di hadapanku yang sedang duduk sembari menyalakan kipas angin elektrik. 

"Rin, lo juga mau duluan? Ga mau nungguin gue sama Yoga dulu?" tanyaku menghentikan langkah Rina. 

Rina menoleh, "gue takut dikira setan. Kan kalo bertiga, yang ketiganya setan," katanya bercanda sambil melanjutkan langkahnya meninggalkanku. 

"Din,,," 

"Iya Ga?" 

"Lo masih inget kata-kata yang gue ucapin waktu di Cafe?" 

"Yang mana?" tanyaku lupa, pasalnya Yoga sering mengucapkan kata-kata yang membuat rona merahku muncul, karena  saking banyaknya, wajar saja aku lupa kata-kata mana yang dimaksudnya. 

"Yang ada puncaknya itu loh," katanya memberi clue. 

Bukannya ngasih tau yang jelas malah ngasih clue, gue kan lagi males obrak abrik isi pikiran buat nyari kata-kata itu, mana gue lupa lagi nyimpennya dimana, dumelku dalam hati. 

"Tau?" tanyanya memastikan. 

"Ga pliiis. Lo tau kan gue itu pelupa banget, mana ada acara tebak-tebakan segala lagi, otomatis gue ga ingetlah," jawabku polos. 

"Gue harap setelah ini, lo bakal inget terus sama kata-katanya, soalnya ini terakhir kalinya gue ngasih tau lo."

"Gitu banget, emang lo mau kemana?" 

"Enggak kemana-mana sih."

"Terus kenapa ini jadi yang terakhir?" tanyaku sedikit kesal kepadanya. 

"Din kita ga pernah tau hari esok, yaudah pokoknya lo dengerin baik-baik."

Aku mengangguk. 

Tangannya mengenggam tanganku, "Diin gue cuma punya satu janji sama diri gue kalo gue bakal terus nemenin lo sampai kapan pun tapi gue juga ga bisa jamin kalo gue bisa bareng-bareng nanti di puncak. Gue cukup bahagia menjadi bagian dari perjalanan hidup lo. Gue ga akan minta lebih Din. Ini udah lebih dari cukup. Lo harus terus bahagia ya dimana pun lo berada. Lo juga harus kuat, karena ga selamanya kita bisa bergantung sama manusia. Jaga diri lo baik-baik ya. Gue yakin lo emang yang terbaik."

Setelah mengungkapkan isi hatinya, setelah itu juga aku tidak pernah mendengar kabar Yoga. Hari itu kami berdua berhasil sampai di puncak gunung Semeru. Tetapi ketika perjalanan turun gunung, kami terpisah rombongan. Aku sampai lebih dulu bersama rombonganku dan menunggunya di pos pertama. Tetapi setelah sekitar 2 jam aku menunggu, pihak setempat memberi kabar bahwa rombongan yang ada dia di dalamnya mengalami kecelakaan. Aku gugup, sedih, khawatir dan menangis, tetapi aku yakin dia akan kembali. Namun semesta tidak mengabulkan keyakinanku, setelah 5 jam pencarian, anggota lain berhasil ditemukan dalam keadaan luka ringan dan  hanya dia yang hilang entah kemana. Katanya, dia pernah berbicara kepada Riki yang juga temanku bahwa dia akan pergi dan mungkin saja tidak kembali. 


"Ga kamu ingkar janji," lirihku sembari menatap layar handphone dengan tampilan kalender "Hari Peringatan Kepergian Yoga❤️". Air mataku menetes membasahinya dan sesak itu kembali terasa sakit. 


Sudah satu tahun Ga, sakitnya tetap sama. Cepet pulang Ga, aku rindu.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perempuan; Sebuah Permulaan

[1] Gelap?

[2] Bahagia?